Laman

Kamis, 04 Juni 2009

Artikel GMT

Ionisasi Dalam Isolasi Gas

Proses Dasar Ionisasi

Ion adalah atom atau sekumpulan atom yang bermuatan listrik. Ion bermuatan negatif, yang menangkap satu atau lebih elektron, disebut anion, karena dia tertarik menuju anoda. Ion bermuatan positif, yang kehilangan satu atau lebih elektron, disebut kation, karena tertarik ke katoda. Proses pembentukan ion atau proses pembebasan satu elektron dari suatu molekul gas dan dengan bersamaan memproduksi suatu ion positif disebut ionisasi. Atom atau kelompok atom yang terionisasi ditandai dengan n+ atau n-, di mana n adalah jumlah elektron yang hilang atau diperoleh.

Udara ideal adalah gas yang hanya terdiri dari molekul-molekul netral, sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik. Tetapi dalam kenyataannya, udara yang sesungguhnya tidak hanya terdiri dari molekul-molekul netral saja tetapi ada sebagian kecil ion-ion dan electron-elektron bebas.

Kegagalan listrik yang terjadi di udara atau gas pertama-tama tergantung dari jumlah electron bebas yang ada di udara atau gas tersebut. Konsentrasi electron bebas ini dalam keadaan normal sangat kecil dan ditentukan oleh pengaruh radioaktif dari luar. Pengaruh ini dapat berupa radiasi ultra violet dan sinar matahari, radiasi radioaktif dari bumi, radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menyebabkan udara terionisasi.

Jika di antara elektroda diberikan suatu tegangan V, maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah tertentu. Di dalam medan listrik, electron-elektron bebas akan mendapat energi yang cukup kuat, sehingga dapat merangsang timbulnya proses ionisasi. Besarnya energi tersebut adalah:

Ionisasi karena Benturan Tubrukan

Jika gradient tegangan yang ada cukup tinggi maka jumlah electron yang diionisasikan akan lebih banyak dibandingkan jumlah ion yang ditangkap menjadi molekul oksigen. Sambil membuat benturan-benturan yang kemudian akan membebaskan lebih banyak electron, tiap-tiap electron akan berjalan menuju anoda secara kontinyu.

Sebuah electron tunggal yang dibebaskan oleh pengaruh luar akan menimbulakan banjiran electron, yaitu kelompok electron yang bertambah secara cepat dan bergerak maju meninggalkan ion positif pada lintasannya. Efektifitas ionisasi karena benturan electron ditentukan oleh energi atau kecepatan electron pembentur, yaitu:

Jika kecepatan electron vc sangat lambat, misalnya disebabkan oleh tegangan V yang diberikan rendah, maka tidak akan terjadi ionisasi, karena energi yang dihasilkan tidak cukup kuat untuk membebaskan electron berikutnya.

Jika kecepatan elelktron vc terlalu tinggi, maka ionisasi juga sulit terjadi. Dalam keadaan seperti ini ada kemungkinan electron bebas tersebut dalam pergerakannya akan mendekati suatu atom tanpa mengeluarkan electron.

Dari kedua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses ionisasi, ada kecepatan electron bebas yang optimum. Yang dimaksud kecepatan electron bebas yang optimum adalah suatu kecepatan yang tepat untuk dapat memecahkan atom menjadi electron dan ion. Selain itu kecepatan yang optimum ini harus sering terjadi supaya bila gerakan pertama tidak dapat membentur atom, maka gerakan berikutnya diharapkan dapat membentur atom dan membebaskan electron.

Di dalam proses ionisasi dikenal satuan ionisasi, yang didefinisikan sebagi jumlah pasangan ion yang dapat dibebaskan oleh sebuah electron yang dapat bergerak sepanjang lintasan 1 cm dalam gas pada tekanan 1 mmHg.

Proses pelepasan pada udara dan gas dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pelepasan bertahan sendiri dan pelepasan tak bertahan. Dalam hal ini mekanisme kagagalan gas dan udara adalah suatu bentuk transisi dari keadaan pelepasan tak bertahan menuju pelepasan bertahan sendiri. Pelepasan dalam gas terjadi karena ada electron-elektron awal yang berasal dari radiasi kosmis dan radioaktivitas.

Ionisasi karena Cahaya (Fotoionisasi)

Untuk terjadinya proses ionisasi, diperlukan energi. Suatu sinar (cahaya) dengan frekuensi f akan mempunyai energi sebesar:

U = hf

Di mana: h = konstanta Planc

Kuantum energi atau foton ini dapat mengionisasikan molekul netral dalam gas jika

U = hf ≥ eVi Di mana: Vi = potensial ionisasi

Dapat dilihat bahwa energi yang datang harus lebih besar dari atau sama dengan energi yang diperlukan untuk membebaskan electron dari molekul gas.

Bila hf <>

Maka energi yang datang tidak akan menyebabkan terjadinya ionisasi. Tetapi energi ini akan diserap oleh molekul atau atom gas, sehingga energi molekul atau atom akan naik ke tingkat yang lebih tinggi dari enegi semula. Hal ini dapat dinyatakan sebagai:

A + hf → A1

Di mana:

A1 = molekul atau sama dengan energi yang lebih tinggi.

Proses ini disebut fotoeksitasi.

Bila hf > eVi maka kelebihan energi ini akan dialihkan pada electron yang dibebaskan dalam bentuk energi kinetic hf = eVi + ½ meV2.

2.4 Ionisasi karena Panas (Ionisasi Termal)

Pada prinsipnya proses ionisasi karena panas tidak berbeda dengan proses ionisasi karena benturan dan cahaya. Perbedaannya terlatak pada jenis energi yang diberikan pada molekul atau atom gas netral. Jika gas dipanasi sampai suhu yang cukup tinggi, maka banyak atom netral akan memperoleh energi yang diperlukan untuk mengionisasikan atom-atom yang mereka bentur.

Pada umunya istilah ionisasi termal mencakup hal-hal sebagai berikut:

(a) ionisasi karena benturan antara molekul-molekul atau atom gas yang bergerak dengan kecepatan tinggi akibat suhu yang tinggi.

(b) ionisasi karena radiasi panas atau benturan electron

Ionisasi termal adalah sumber ionisasi utama pada api atau busur api bertekanan tinggi.

Rabu, 20 Mei 2009

gejala sutet

Saluran udara tegangan ekstra tinggi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Menara transmisi listrik

SUTET adalah singkatan dari Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan kekuatan 500 kV yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan efisien.

Berbagai macam kekhawatiran muncul akan dampak SUTET terhadap kesehatan bagi penduduk yang tinggal di wilayah yang dilewati jalur SUTET.

[sunting] Penelitian dan dampak

  • Hasil penelitian yang sangat mempengaruhi pandangan masyarakat dunia tentang hubungan kanker otak pada anak dengan paparan medan elektromagnetik adalah hasil penelitian Wertheimer dan Leper tahun 1979, yang sempat menggoncangkan dunia karena risiko positif yang dilaporkannya. Sejak penelitian tersebut, berbagai studi epidemiologi dan laboratorium lainnya dilakukan sebagai replikasi dan eskpansi penelitian Wertheimer di berbagai negara. Namun hasil yang didapat justru beragam, bahkan sebagian besar bersifat kontradiktif. Dilaporkan, studi Feyching dan Ahlboum, 1993, meta analisisnya merupakan penelitian yang mendukung hasil Wertheimer, sedangkan studi National Cancer Institute (NCI) tahun 1997 di Amerika Serikat, studi Kanada 1999, studi Inggris 1999-2000 dan studi Selandia Baru menemukan hasil yang tidak mendukung Wertheimer.
  • Sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Gerald Draper dan koleganya dari Chilhood Cancer Research Group di Oxford University dan Dr. John Swanson, penasehat sains di National Grid Transco, menemukan bahwa anak-anak yang tinggal kurang dari 200 meter dari jalur tegangan tinggi, saat dilahirkan memiliki resiko menderita leukimia sebesar 70 persen daripada yang tinggal dari jarak 600 meter atau lebih. Ditemukan lima kali lipat lebih besar kasus leukimia pada bayi yang dilahirkan di daerah sekitar SUTET atau sebesar 400 dalam setahun dari 1 persen jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Secara keseluruhan, anak-anak yang hidupnya dalam radius 200 meter dari tiang tegangan tinggi sekitar 70 persen diantaranya terkena leukimia dan yang hidup antara 200-600 meter sekitar 20 persen dibandingkan dengan yang tinggal lebih dari 600 meter. Walaupun demikian, peningkatan resiko leukemia masih ditemukan pada jarak dimana besar medan listrik bernilai di bawah kondisi di dalam rumah, sehingga disimpulkan bahwa peningkatan resiko leukemia tidak diakibatkan oleh medan listrik atau medan magnet yang diakibatkan oleh SUTET [1]
  • Berdasarkan hasil penelitian Dr. dr. Anies, M.Kes. PKK, pada penduduk di bawah SUTET 500 kV di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Tegal (2004) menunjukkan bahwa besar risiko electrical sensitivity pada penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV adalah 5,8 kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pajanan medan elektromagnetik yang berasal dari SUTET 500 kV berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada penduduk, yaitu sekumpulan gejala hipersensitivitas yang dikenal dengan electrical sensitivity berupa keluhan sakit kepala (headache), pening (dizziness), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome). Hasil penemuan Anies menyimpulkan bahwa ketiga gejala tersebut dapat dialami sekaligus oleh seseorang, sehingga penemuan baru ini diwacanakan sebagai "Trias Anies".
  • Corrie Wawolumaya dari Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pernah melakukan penelitian terhadap pemukiman di sekitar SUTET. Hasilnya tidak ditemukan hubungan antara kanker leukemia dan SUTET [2]
  • John Moulder mencoba menarik kesimpulan dari ratusan penelitian tentang dampak SUTET terhadap kesehatan. Moulder menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara medan tegangan listrik dan kesehatan manusia (termasuk kanker). Walaupun demikian medan tegangan listrik belum bisa dibuktikan benar-benar aman. Selain itu disepakati juga bahwa jika ada bahaya kesehatan terhadap manusia, maka itu hanya terjadi pada sebagian kecil kelompok [3].
WHO berkesimpulan bahwa tidak banyak pengaruh yang ditimbulkan oleh medan listrik sampai 20 kV/m pada manusia dan medan listrik sampai 100 kV/m tidak mempengaruhi kesehatan hewan percobaan. Selain itu, percobaan beberapa sukarelawan pada medan magnet 5 mT hanya memiliki sedikit efek pada hasil uji klinis dan fisi